Kamis, 29 Juni 2017

MEMBANGUN PERADABAN BANGSA MELALUI KONSEP KAMPUNG LITERASI



MEMBANGUN PERADABAN BANGSA
MELALUI KONSEP KAMPUNG LITERASI

Oleh : Septian Nugroho



Indonesia merupakan negara berkembang yang berpotensi untuk menjadi negara maju di dunia. Hal ini didukung dengan sumber daya yang dimiliki Indonesia, baik sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam. Tercatat menurut data dari hasil penelitian Prof. Dorujatun Kunjoro Jakti, 18 % terumbu karang dunia ada di Indonesia, di tambah dengan cadangan gas alam terbesar di dunia sebanyak 202 triliun kaki kubik. Sementara untuk jumlah penduduk Indonesia menurut data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, tercatat berjumlah 237.641.326 jiwa. Diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk Indonesia mencapai 296.405.010 jiwa, dengan angka usia produktif yang mencapai 70 % dari jumlah penduduk.

Hal ini bisa menjadi potensi juga ancaman bagi Indonesia. Bukannya menjadi negara makmur, Indonesia justru bisa menjadi negara terbelakang jika mayoritas sumber daya manusianya tidak memiliki keahlian dan berpendidikan rendah. Pendidikan menjadi bidang prioritas utama dalam membangun sumber daya manusia (SDM), agar semua sumber daya dapat ditata dan dimanfaatkan dengan baik. Peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan tidak bisa dilepaskan dari minat baca yang dimiliki.

Demikian besar pengaruh buku dalam menentukan arah dan kebesaran peradaban sebuah bangsa. Tidak heran bila banyak negara begitu peduli terhadap minat baca bangsanya. Misalnya program yang bernama 20 minutes reading of mother and child di Jepang. Program ini mengharuskan seorang ibu untuk mengajak anaknya membaca buku 20 menit sebelum tidur. Ini merupakan upaya Jepang dalam meningkatkan minat baca warganya.

Namun untuk saat ini, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data yang dilansir dari Program For Internasional Student Assesment (PISA) & Word Most Literate Nations (WMLM) tentang pendidikan dan kemampuan membaca pada tahun 2016, Indonesia berada diperingkat 60 dari 61 negara, di bawah Thailand yang menempati peringkat 59, Malaysia peringkat 53 dan Singapura peringkat 36. Data statistik UNESCO pada 2012 juga menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca.

Selain data di atas, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada tahun 2015, Jumlah buta aksara di Indonesia mencapai 3,70 % atau berjumlah 5.984.075 orang. Rendahnya minat baca dan tingginya angka tuna aksara ini berpengaruh terhadap posisi Human Development Index (HDI) Indonesia pada tahun 2016 hanya 70,18 %. Angka ini berada di bawah Kamboja dengan 71,6 %, Malaysia 74,9 % dan Thailand 74,3 %.

Pemerintah sebenarnya sudah mengupayakan cara untuk meningkatkan semangat membaca dikalangan masyarakat. Terbukti dengan dikeluarkannya Undang – Undang Sisdiknas Nomer 20 Tahun 2003 perihal pengembangan budaya menulis, membaca dan berhitung bagi masyarakat. Kementrian Pendidikan dan Kebuyaan (KEMENDIKBUD) juga mengeluarkan Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomer 23 Tahun 2015 berisi tentang program “Gerakan Literasi Sekolah”, yang diluncurkan pada tanggal 18 Agustus 2015 di Jakarta.

Namun pelaksanaan Undang – Undang Sisdiknas Nomer 20 Tahun 2003 dan PERMENDIKBUD No 23 Tahun 2015, dirasa belum bisa menyelesaikan permasalahan rendahnya minat baca dan tingginya angka buta aksara. Hal ini dikarenakan kebijakan ini hanya belaku bagi masyarakat yang mengenyam pendidikan di bangku sekolah saja. Pelaksaanaanya juga belum bisa merata ditiap sekolah, ditambah akses memperoleh sumber bacaan yang terpatok pada jam sekolah saja.

Semestinya pemerintah juga memperhatikan bagaimana cara meningkatkan minat baca dan mengurangi angka buta aksara pada masyarakat yang putus sekolah atau daerah yang belum mempunyai bangunan sekolah. Menurut data yang dilansir dari UNICEF tahun 2016, 4,7 juta anak Indonesia dibawah 18 tahun mengalami putus sekolah. Maka pemerintah dituntut untuk bisa mengembangkan sebuah model pembelajaran keaksaraan bersifat komprehensif, yang bukan hanya sekedar belajar menulis, berhitung dan membaca, akan tetapi mampu menyediakan layanan pendidikan non formal yang mampu menjadi solusi untuk mengatasi masalah rendahnya kreativitas, sulitnya akses informasi oleh masyarakat serta rendahnya pengetahuan akibat kurangnya minat membaca. Selain dari pada itu, kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan harus mengarah pada peningkatan tata kelola penyelengaraan program pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan dan pendidikan masyarakat umumnya.

Konsep kampung literasi mampu menjadi sebuah solusi dari kondisi dan permasalahan tersebut. Kampung literasi sendiri merupakan kampung yang digunakan untuk mewujudkan masyarakat yang berpengetahuan, berketerampilan maju, mandiri serta melek aksara. Pemerintah bekerjasama dengan organisasi kepemudaan dan tokoh masyarakat harus membangun sebuah kampung yang diharapkan mampu menyediakan layanan informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan pendidikan, sosial, budaya, seni, ekonomi (meliputi pertanian, perikanan dan perdagangan), kesehatan, teknologi dan informasi.

Konsep kampung literasi ini, diharapkan mampu menjadi sarana pendidikan non formal bagi masyarakat dan menjadikan masyarakat yang memiliki kemampuan individu untuk merancang dan mempersiapkan masa depan menjadi lebih baik dengan tersedianya taman baca masyarakat (TBM), pojok baca, gardu baca serta warung baca yang didukung fasilitas penunjang lainnya seperti wifi gratis untuk masyarakat. Prinsip dasar dari kampung literasi adalah dari, oleh dan untuk masyarakat. Hal ini berarti pembangunan kampung literasi bertujuan memberikan layanan didasarkan atas prakarsa berbagai pihak yakni, pemerintah, lembaga/organisasi, masyarakat serta tokoh – tokoh masyarakat.

Pembangunan kampung literasi diawali dengan penentuan lokasi oleh pemerintah dan semua unsur masyarakat atau pengajuan masyarakat setempat untuk membangun kampung literasi. Penentuan lokasi ini, harus memprioritaskan desa atau daerah yang memiliki angka buta aksara yang tinggi. Setelah penentuan lokasi, pemerintah harus mengumpulkan semua elemen masyarakat termasuk pemerintahan setempat untuk memberikan pemahaman akan pentingnya kampung literasi, proses ini mesti sampai pada tahap kesepakatan bersama. Setelah dicapai kesepakatan maka proses pembangunan kampung literasi bisa dilaksanakan. Diawali dengan pembanguan Taman Bacaan, Pojok Baca, Perpustakaan Desa yang kemudian dilengkapi dengan jaringan internet dan sumber informasi pendukung lainnya untuk masyarakat, didalamnya terdapat berbagai pengetahuan termasuk informasi mengenai potensi SDM, SDA, ekonomi dan budaya daerah setempat. Tahapan selanjutnya adalah mensosisalisasikan kampung literasi kepada masyarakat, dilakukan melalui publikasi di media masa maupun media cetak lainnya, termasuk seminar, spanduk, brosur dan bentuk publikasi lainnya.

Pembangunan kampung Literasi harus disertai ruang – ruang pendukung seperti Mushala & Taman Bermain Anak, yang bukan hanya menekankan pada pembentukan kecerdasan intelektual semata, tapi diikuti dengan kecerdasan emosional dan spiritual. Setelah terbentuknya kampung literasi yang dikelola oleh masyarakat dan organisasi kepemudaan, maka perlu disusun program – program dan kegiatan yang menekankan pada peningkatan kualitas masyarakat setempat berbasis kearifan lokal. Di antara program yang mesti ada di kampung literasi adalah pembelajaran digital, pembelajaran budaya dan sastra, pembelajaran budaya baca pada media cetak dan elektronik serta diskusi atau dialog. Semua program dan kegiatan tersebut pada dasarnya untuk kepentingan masyarakat sekitar supaya bisa membangun kualitas hidup dan lingkungan yang lebih baik.

Kondisi masyarakat Indonesia yang tersebar di daerah pedesaan dan perkotaan mulai dari Sabang sampai Merauke, yang penduduknya lebih banyak bermukim di pedesaan dengan suasana demografi, letak geografi dan topografi serta tingginya angka tuna aksara, kemiskinan, kriminalitas, rendahnya angka kesehatan dan masalah – masalah sosial lainnya, merupakan keterbatasan yang bisa menjadi peluang dari konsep ideal dibentuknya kampung literasi sebagai poros pendidikan masyarakat.

Pembangunan kampung literasi ini tentu menjadi tugas bersama untuk memberdayakan semua elemen masyarakat demi membangun pendidikan Indonesia yang berkualitas, berkarakter dan berdaya saing di tingkat domestik, regional dan global.

0 komentar:

Posting Komentar